Black List
-Cerita ini merupakan karya asli Trisapka, apabila ada blog lain yang mempublikasikan karya ini tanpa mencantumkan link trisaspka.blogspot.com , mohon bantuannya untuk mengirim saya pemberitahuan.
-Cerita ini hanya merupakan karangan fiktif belaka, apabila ada kesamaan tokoh, latar, jalan cerita dan yang lain itu hanya merupakan sebuah kebetulan.
Bian pov
Awalnya sih gue lihat dia biasa aja, sekilas keliatan ramah, baik, cantik, santun dan tau malu. Tapi setelah lama gue satu sekolah sama dia, gue mulai muak. Menurut gue itu dia cewek penuh fake, cewek pembohong dan munafik yang nggak tau diri. Dia adik kelas gue sekaligus cewek yang paling gue benci sedunia, namanya Celine, dan nama itu udah masuk black list gue.
Elo salah kalau ngira gue itu cowok tempramental, brutal dan suka seenaknya sendiri. Karena gue termasuk cowok famous disekolah, dan gue juga termasuk cowok yang dikejar sama cewek baik-baik. Intinya gue nggak terkenal badung, melainkan gue terkenal sebagai salah satu aktifis aktif di sekolah. Basket, Pramuka, Paskibra, hampir semua ekstrakurikuler yang macho gue ikutin.
Dengan begitu famousnya gue dikalangan sekolah, itu tandanya bahaya banget buat si Celine karena udah bikin gue illfeel dan sengit sama dia. Apalagi sekarang gue udah kelas 9 dan dia masih kelas 8, gue bisa ngebully dia, nantinya bukan cuman gue, tapi temen-temen dan para fans gue juga akan ngelakuin hal yang sama. Bahaya buat Celine, tapi itu ganjaran setimpal buat yang tingkahnya selangit kayak dia.
Nggak tau juga sih, rasnaya gue sebel aja ngeliat tingkah lakunya. Menurut gue dia itu berlebihan, alay, munafik, dan bukan cewek baik-baik. Yang gue denger sih temen seangkatan dia ada beberapa yang nembak dia, walaupun semuanya ditolak, dia masih deket dan bahkan menurut gue dia itu berusaha deket sama orang-orang yang nembak dia. Gimana? udah ditolak tapi dideketin, cewek tipe kayak dia udah kentara jeleknya. Ampun, masih banyak aja cowok seangkatannya yang tergila-gila sama dia, sampe semua perhatian buaya yang Celine kasih ke mereka dianggap spesial dan sebuah penghargaan. Jijik.
Celine pov
Aku nggak tahu, sebenarnya aku salah apa? Sekolah ini terasa nggak nyaman buat aku, ada terlalu banyak masalah yang membelitku disini, khususnya dalam masalah pergaulan. Aku memang punya teman, beberapa teman baik, mereka dekat denganku, dan selalu menemaniku serta menghiburku dikala aku mulai dihujat oleh para pembenciku. Aku bukan artis, tapi beberapa gadis membenciku... karena seorang pria paling berpengaruh disekolah ini jatuh hati padaku.
Gara, sikapten basket. Dia terkenal sejak kelas 7. Sampai kelas 8 aku tidak pernah satu kelas dengannya, kurasa kami saling mengenal saat sama-sama masuk ke ekstrakurikuler Pramuka di tahun ini. Saat itu kira-kira satu bulan aku mengenalnya, dia sudah menyatakan perasaannya padaku, jelas aku menolaknya karena aku sama sekali belum mengenalnya dengan baik. Tapi aku tidak ingin membuat suasana ekskul Pramuka menjadi berantakan karena penolakanku, jadi aku berusaha sebaik-baiknya agar tetap bersikap wajar dan bersahabat terhadap Gara.
Selain Gara, ada satu lagi masalah yang membuatku semakin tidak betah berada disekolah ini. Dia tidak menyatakan perasaan apa-apa padaku, bahkan kurasa dia memiliki aura negatif terhadapku, dia membenciku, dan dia adalah kak Bian.
Sejauh ini aku jarang sekali, bahkan aku sudah lupa kapan aku bicara dengannya. Seingatku aku tidak pernah membuat masalah besar yang membuat dia marah, tapi entah kenapa dia tampak sangat jelas membenciku. Setiap kali ada aku, dia menjadi dingin dan ekspresinya penuh dendam. Dia selalu memandangku dengan sinis. Ketika aku bicara dan dia seharusnya mendengarkan, dia selalu berada di titik terjauh dari tempatku, kemungkinan dia tidak mendengarku. Dia adalah senior di kepramukaan, itu salah satu fakta yang membuatku semakin merasa hidupku benar-benar sulit.
Disisi lain, sebenarnya aku juga tidak terlalu suka dengan kak Bian. Alasan utama adalah karena dia membenciku tanpa sebab dan akibat, bukankah itu menjengkelkan?. Alasan lainnya adalah menurutku dia itu terlalu sok segalanya. Sok jagoan, sok hebat, sok tampan, sok berkuasa, sok keren, sok manis, sok kece, sok pintar dan sok lainnya yang membuatnya semakin tampak menyebalkan. Tidak ragu lagi, aku memasukkannya ke dalam black list-ku.
Gara, sikapten basket. Dia terkenal sejak kelas 7. Sampai kelas 8 aku tidak pernah satu kelas dengannya, kurasa kami saling mengenal saat sama-sama masuk ke ekstrakurikuler Pramuka di tahun ini. Saat itu kira-kira satu bulan aku mengenalnya, dia sudah menyatakan perasaannya padaku, jelas aku menolaknya karena aku sama sekali belum mengenalnya dengan baik. Tapi aku tidak ingin membuat suasana ekskul Pramuka menjadi berantakan karena penolakanku, jadi aku berusaha sebaik-baiknya agar tetap bersikap wajar dan bersahabat terhadap Gara.
Selain Gara, ada satu lagi masalah yang membuatku semakin tidak betah berada disekolah ini. Dia tidak menyatakan perasaan apa-apa padaku, bahkan kurasa dia memiliki aura negatif terhadapku, dia membenciku, dan dia adalah kak Bian.
Sejauh ini aku jarang sekali, bahkan aku sudah lupa kapan aku bicara dengannya. Seingatku aku tidak pernah membuat masalah besar yang membuat dia marah, tapi entah kenapa dia tampak sangat jelas membenciku. Setiap kali ada aku, dia menjadi dingin dan ekspresinya penuh dendam. Dia selalu memandangku dengan sinis. Ketika aku bicara dan dia seharusnya mendengarkan, dia selalu berada di titik terjauh dari tempatku, kemungkinan dia tidak mendengarku. Dia adalah senior di kepramukaan, itu salah satu fakta yang membuatku semakin merasa hidupku benar-benar sulit.
Disisi lain, sebenarnya aku juga tidak terlalu suka dengan kak Bian. Alasan utama adalah karena dia membenciku tanpa sebab dan akibat, bukankah itu menjengkelkan?. Alasan lainnya adalah menurutku dia itu terlalu sok segalanya. Sok jagoan, sok hebat, sok tampan, sok berkuasa, sok keren, sok manis, sok kece, sok pintar dan sok lainnya yang membuatnya semakin tampak menyebalkan. Tidak ragu lagi, aku memasukkannya ke dalam black list-ku.
Bian pov
Ini bukan pertama kalinya buat gue dateng kesekolah dengan tampang bangun tidur. Bukannya sering dan bukan karena gue cowok badung, gue cuma tidur kemaleman gara-gara nonton bola, alhasil bangun jadi kesiangan dan gue terpaksa ngebut sepanjang perjalanan menuju sekolah dengan perut keroncongan.
Gue masuk kelas dengan langkah diseret-seret, gue laper dan butuh pasokan tenaga lebih buat nerima pelajaran hari ini, mana nanti sore ada ekskul Pramuka... yah, harusnya sih yang ngurusin Pramuka anak kelas 8, tapi karena gue baiknya ndewa banget, jadi gue masih sering ikut serta bantuin mereka. Walaupun sebenernya gue pengin ngelimpahin semua kesulitan ke Celine, biar dia tau rasa.
"Bian si pangerannya Celine udah dateng tuh!"seru Jaka, mata gue yang sebelumnya masih merem melek karena berat, mendadak mendelik sewot kearah temen yang duduk di sebelah bangku gue itu
"Maksud lo apa sih!"bentak gue jengkel, nyaris semua orang sekarang udah tau kalau gue benci banget sama cewek belagu bernama Celine itu
"Gue denger katanya Celine suka sama lo"kata Ucup
"Udahlah.... lupain aja rasa kesel lo sama dia, kasian tuh dia bertepuk sebelah tangan sama lo"timpal Pono, kuping gue nyampe panas ndengerinnya
"DIEM LU SEMUA!"tangan kanan gue nggebrak meja keras-keras, sakit, tapi wajah tetep gue pertahanin biar sangar, semua orang harus tau, gue benci denger kabar ini. Celine! apa-apaan sih dia suka sama gue? nggak sadar gue benci banget sama dia? Apa dia cuma mau cari sensasi?!.
Gue masuk kelas dengan langkah diseret-seret, gue laper dan butuh pasokan tenaga lebih buat nerima pelajaran hari ini, mana nanti sore ada ekskul Pramuka... yah, harusnya sih yang ngurusin Pramuka anak kelas 8, tapi karena gue baiknya ndewa banget, jadi gue masih sering ikut serta bantuin mereka. Walaupun sebenernya gue pengin ngelimpahin semua kesulitan ke Celine, biar dia tau rasa.
"Bian si pangerannya Celine udah dateng tuh!"seru Jaka, mata gue yang sebelumnya masih merem melek karena berat, mendadak mendelik sewot kearah temen yang duduk di sebelah bangku gue itu
"Maksud lo apa sih!"bentak gue jengkel, nyaris semua orang sekarang udah tau kalau gue benci banget sama cewek belagu bernama Celine itu
"Gue denger katanya Celine suka sama lo"kata Ucup
"Udahlah.... lupain aja rasa kesel lo sama dia, kasian tuh dia bertepuk sebelah tangan sama lo"timpal Pono, kuping gue nyampe panas ndengerinnya
"DIEM LU SEMUA!"tangan kanan gue nggebrak meja keras-keras, sakit, tapi wajah tetep gue pertahanin biar sangar, semua orang harus tau, gue benci denger kabar ini. Celine! apa-apaan sih dia suka sama gue? nggak sadar gue benci banget sama dia? Apa dia cuma mau cari sensasi?!.
Celine pov
"Aku hari ini izin nggak berangkat Pramuka ya, Ra....~?"suaraku sudah terdengar lemas maksimal, sungguh, hari ini mungkin hari terburuk sepanjang hidupku di SMP yang memang makin hari makin memburuk. Entah kenapa sejak pagi beredar kabar bahwa aku jatuh hati pada kak Bian, iya, kak Bian! Satu-satunya cowok yang masuk dalam daftar black list ku. Dan lebih buruknya lagi, jika aku ingin menghindar dari kak Bian dengan cara tidak berangkat Pramuka hari ini, aku harus izin kepada Gara.
"Nanti ada kak Bian kok, nggak usah khawatir"jawab Gara, terdengar agak sinis
"Aku tidak menyukai kak Bian!"tukasku kesal
"Yang benar?"tanya Gara
"BENAR!"ini adalah pertama kalinya aku menjawab setengah membentak kepada Gara, aku kira dia akan terkejut dan menganggapku tidak sopan, tapi ternyata dia malah tersenyum dan diam-diam itu membuatku lebih tenang
"Tapi maafkan aku, kau harus berangkat walau gosip itu mungkin memang tidak mengenakan"kata Gara sembari berlalu pergi
"Memang sangat tidak mengenakan"gumamku kepada diriku sendiri, aku masih tidak habis pikir... gosip macam apa itu! tidak ada asap kalau tidak ada api, tapi siapa apinya?.
---
"Cie cie, Celine diliatin sama kak Bian terus tuh"bisikan Nisa yang penuh dengan cekikikan tertahan itu membuat pipiku terasa panas, mungkin sekarang wajahku mulai memerah sehingga aku perlahan menundukkan kepalaku. Reaksi yang terjadi padaku ini bukan karena aku tersipu malu, melainkan sebuah efek dari rasa cemas bercampur khawatir... aku tidak tahu apakah aku masih akan hidup setelah gosip mengerikan itu beredar. Sungguh. Kak Bian bisa saja membunuhku kapanpun dia mau, dia mengerikan, dia sama sekali tidak memiliki belas kasihan. Terlebih kepadaku, musuh tanpa sebab.
"Kamu nggak papa?"tanya Orina, dia adalah sahabatku, kurasa dia tahu apa yang sedang terjadi. Bahwa aku tengah dilanda ketakutan akibat nasib sial yang menimpaku hari ini. Orina tahu aku tidak suka kak Bian, bahkan aku benci cowok itu. Orina tahu bagaimana kak Bian memperlakukanku dengan kejam. Orina tahu, dan kurasa hanya dia yang dapat mengertiku.
"Gara, kenapa tadi dia tidak membiarkanku libur saja?"desisku tidak jelas
"Kenapa Celine?"tanya Orina terdengar cemas
"Ah tidak... aku mau ke kamar mandi dulu"jawabku, kemudian tanpa menunggu respon aku segera melagkahkan kaki menjauh dari arena Pramuka, namun... apakah kak Bian sebenci itu, sampai dia saat ini tengah mengikutiku dengan wajah sangar dan penuh kemarahan itu? Apa yang akan terjadi padakuuu.
"Nanti ada kak Bian kok, nggak usah khawatir"jawab Gara, terdengar agak sinis
"Aku tidak menyukai kak Bian!"tukasku kesal
"Yang benar?"tanya Gara
"BENAR!"ini adalah pertama kalinya aku menjawab setengah membentak kepada Gara, aku kira dia akan terkejut dan menganggapku tidak sopan, tapi ternyata dia malah tersenyum dan diam-diam itu membuatku lebih tenang
"Tapi maafkan aku, kau harus berangkat walau gosip itu mungkin memang tidak mengenakan"kata Gara sembari berlalu pergi
"Memang sangat tidak mengenakan"gumamku kepada diriku sendiri, aku masih tidak habis pikir... gosip macam apa itu! tidak ada asap kalau tidak ada api, tapi siapa apinya?.
---
"Cie cie, Celine diliatin sama kak Bian terus tuh"bisikan Nisa yang penuh dengan cekikikan tertahan itu membuat pipiku terasa panas, mungkin sekarang wajahku mulai memerah sehingga aku perlahan menundukkan kepalaku. Reaksi yang terjadi padaku ini bukan karena aku tersipu malu, melainkan sebuah efek dari rasa cemas bercampur khawatir... aku tidak tahu apakah aku masih akan hidup setelah gosip mengerikan itu beredar. Sungguh. Kak Bian bisa saja membunuhku kapanpun dia mau, dia mengerikan, dia sama sekali tidak memiliki belas kasihan. Terlebih kepadaku, musuh tanpa sebab.
"Kamu nggak papa?"tanya Orina, dia adalah sahabatku, kurasa dia tahu apa yang sedang terjadi. Bahwa aku tengah dilanda ketakutan akibat nasib sial yang menimpaku hari ini. Orina tahu aku tidak suka kak Bian, bahkan aku benci cowok itu. Orina tahu bagaimana kak Bian memperlakukanku dengan kejam. Orina tahu, dan kurasa hanya dia yang dapat mengertiku.
"Gara, kenapa tadi dia tidak membiarkanku libur saja?"desisku tidak jelas
"Kenapa Celine?"tanya Orina terdengar cemas
"Ah tidak... aku mau ke kamar mandi dulu"jawabku, kemudian tanpa menunggu respon aku segera melagkahkan kaki menjauh dari arena Pramuka, namun... apakah kak Bian sebenci itu, sampai dia saat ini tengah mengikutiku dengan wajah sangar dan penuh kemarahan itu? Apa yang akan terjadi padakuuu.
Bian pov
Baguslah gadis itu berjalan menjauh dari arena Pramuka, dia baru aja masuk kandang singa karena walaupun sekarang dia sedang berada di kamar mandi, tapi gue, seorang Bian yang benci banget sama dia, udah berdiri di depan kamar mandi yang dia masuki. Kalau dia udah keluar, gue siap buat nerkam dia dan mencincang dia habis-habisan.
Mungkin dia udah tahu kalau gue sekarang lagi siap membunuh dia disini, makanya nyampe 5 menit dia nggak keluar-keluar. Sementara gue nggak denger ada suara dari dalem, menandakan Celine nggak ngelakuin aktifitas buang air disana.
Makin lama gue nunggu, diem-diem gue... gue mungkin... oh oke, gue ngaku... gue mulai khawatir. Apa jangan-jangan Celine pingsan? Atau jangan-jangan dia mati ketakutan karena gue berdiri disini?. Pikiran gue makin melayang kemana-mana, sampe gue beneran khawatir akut dan siap buat ngetuk pintu kamar mandi sambil manggil namanya. Belum sempet gue lakuin itu, tiba-tiba pintu itu kebuka dan gue langsung berhadapan dengan sosok Celine yang... well, innocent.
Cewek itu, berdiri diam disana dengan dua bola matanya yang hitam, ngeliatin gue dengan tampang polos campur bingung. Rambutnya yang agak gelombang itu jatuh disamping kepalanya, entah kenapa gue... ngerasa ada yang aneh dalam diri gue. Sejak gue ngerasa khawatir tadi, gue ngerasain jantung gue deg-degan kayak layaknya orang khawatir. Tapi sekarang, setelah ngeliat dia dalam keadaan sehat sampe-sampe bisa berdiri tegak begitu, kenapa gue masih ngerasa deg-degan?.
Gue berusaha menguasai diri gue dibawah kendali penuh atas tujuan utama gue kesini. Sementara Celine masih diem disana, dan gue rasa karena dia memang nggak bisa keluar dengan posisi gue yang berdiri tepat didepannya, sekarang gue lagi merangkai kata-kata buat bikin dia puas atas semua tingkah lakunya yang belagu.
"HEH! LO ITU MAKSUDNYA APA-APAAN SIH PAKAI NYEBAR HOAX KALO LO SUKA SAMA GUE?! LO TAU KAN GUE BENCI SAMA LO? GUE JUGA TAU KOK PASTI LO BENCI JUGA SAMA GUE! TERUS KENAPA LO MESTI NYEBARIN GOSIP TENTANG LO SUKA SAMA GUE? APA LO BENERAN SUKA SAMA GUE?! MAAF YAH, LO ITU UDAH MASUH BLACK LIST GUE SEJAK AWAL, JADI JANGAN MIMPI GUE BALES PERASAAN SUKA LO ITU!"saat satu kata keluar dari mulut gue, kata-kata yang lain mendadak menyusul dan semuanya keluar dari mulut gue dengan begitu ringan dan cepat, terlalu cepat sampe gue sendiri nggak sempet buat paham apa yang gue omongin.
Air muka Celine yang awalnya polos itu kini berubah drastis menjadi suatu kemarahan yang didominasi kesedihan. Gue kira setelah bentakin dia, gue bakal ngerasa lega. Ternyata gue sekarang malah ngerasa... duh... gue bener-bener bego, karena sekarang gue ngerasa bersalah.
"Bukan aku yang nyebarin hoax itu kak"kata Celine, dari nada suaranya dia seperti menahan tangis, gue jadi ngerasa nggak enak sendiri
"Nggak usah munafik lah jadi orang"itu malah kalimat yang keluar dari mulut gue sementara otak dan hati gue lagi berusaha berkompromi, antara gue mau... ngelanjutin kejahatan ini atau udahan
"Emangnya kakak kenal sama aku?"tanya Celine, membuat aktifitas otak gue terhenti dan sekarang gue bener-bener mematung mati gaya
"Kenapa sih kak Bian benci banget sama aku? Padahal kak Bian nggak kenal aku"lanjut Celine "Tahu nama itu bukan kenal, tapi cuma sekedar tahu"
"Terus, emang kenapa kalo gue nggak kenal sama lo? Harus gitu gue kenal sama lo?"tanya gue dengan nada sinis yang nggak gue usir dari cara gue ngomong
"Nggak harus kenal. Tapi kalau kak Bian nggak kenal dan nggak mau kenal, ya nggak usah menilaiku dengan sudut pandang dan sewenang-wenang kak Bian sendiri. Kalau kak Bian pengin menilaiku, kak Bian harus kenal aku dulu"jawab Celine dengan ekspresi sedih yang mendalam, namun perkataannya terdengar mulai stabil ketimbang saat pertama kali dia bicara setelah aku membentaknya
"Temen-temen gue juga banyak kok yang bilang lo itu cewek nyebelin"gue tahu, yang gue omongin barusan itu bego banget, dan gue harusnya siap untuk denger komentar Celine tentang pernyataan gue tadi
"Nggak semua orang bicara tentang aku apa adanya. Tidak semua orang sama menilaiku"sahut Celine, dia nggak bikin gue repot buat nyari jawaban atas perkataannya barusan, karena dengan cepat dia menutup kembali pintu kamar mandi. Gue ditinggalin dalam keadaan kaget, bingung, dan bimbang. Tapi gue harus yakin ini yang terbaik, inikan yang gue mau? Yaudah... masalah Celine tersinggung, sakit hati, atau lainnya, itu bukan urusan gue.
---
Itu bukan urusan gue, bagus, setelah tadi gue yakinin diri di depan pintu kamar mandi yang udah Celine tutup lagi, sekarang gue mematung disamping sebuah dinding tempat paling strategis buat ngumpet dan denger pembicaraan 2 adik kelas gue. Kebetulan saat gue balik dari marah-marahin Celine tadi, gue denger Orina dan Gara sedang ngomongin sesuatu yang bikin gue penasaran... ini tentang Celine.
"Celine beneran suka sama kak Bian?"tanya Gara, dari nada suara dia sih semacam harap-harap cemas gitu
"Enggak... Celine malahan benci banget sama kak Bian"sahut Orina, gue harusnya udah tau, tapi kok dengernya gue jadi nyesek ya?
"Benci? Kenapa?"pertanyaan Gara itu bener-bener mewakili isi hati gue banget
"Kamu tau-kan sikap kak Bian ke Celine kayak apa?"Orina balas nanya "Kak Bian itu jahat, dia benci sama Celine tanpa sebab"
"Iya sih... kak Bian tempo hari juga curhat ke aku, katanya sih dia benci banget sama Celine"sahut Gara
"Kenapa?"tanya Orina, pertanyaan itu, jujur, gue sendiri nggak bisa jawab
"Nggak tau"jawab Gara "Kayaknya sih karena dia keseringan denger pandangan dari kakak kelas cewek yang suka sama aku. Aku suka Celine, kayaknya aku bikin dia repot ya"
"Memang"gumam Orina tanpa rasa bersalah
"Aku nggak bisa ngelepasin Celine, kecuali dia udah bener-bener dapet pendamping yang memang lebih baik dari aku"kata Gara penuh tekad, dan tekad Gara itu mendadak mengalir bagai listrik ketubuh gue, sampai gue berjalan dengan tekad bulat kearah dua orang itu
"Plis, bantuin gue"mungkin cara gue membuka pembicaraan ini ke mereka memang agak aneh, tapi itu berhasil bikin 2 anak itu memperhatikan gue
"Gue baru aja bentak-bentakin Celine"kata gue, dan itu bikin Orina keliatan kaget banget, makanya gue buru-buru ngelanjutin "Dan gue sekarang menyesal banget... gue ngaku salah, ada yang bisa bantu gue gimana caranya minta maaf ke dia? Biar gue keliatan bener-bener tulus dan dia bisa maafin gue? Ada yang punya saran?"
"Cokelat"sahut Gara ringan, disambut dengan anggukan kepala dari Orina
"Minta maaf sambil bawa cokelat, kasih ke Celine dengan nada paling bersahabat yang kak Bian bisa"timpal Orina "Tenang aja kak, Celine itu orangnya pemaaf"
"Itu cara gue buat minta maaf... terus gue minta satu saran lagi"gue bersiap dengan kata-kata yang akan gue omongin ini "Sebelumnya gue minta maaf ke elo Gara, karena gue... gue... gue suka sama Celine".
Mungkin dia udah tahu kalau gue sekarang lagi siap membunuh dia disini, makanya nyampe 5 menit dia nggak keluar-keluar. Sementara gue nggak denger ada suara dari dalem, menandakan Celine nggak ngelakuin aktifitas buang air disana.
Makin lama gue nunggu, diem-diem gue... gue mungkin... oh oke, gue ngaku... gue mulai khawatir. Apa jangan-jangan Celine pingsan? Atau jangan-jangan dia mati ketakutan karena gue berdiri disini?. Pikiran gue makin melayang kemana-mana, sampe gue beneran khawatir akut dan siap buat ngetuk pintu kamar mandi sambil manggil namanya. Belum sempet gue lakuin itu, tiba-tiba pintu itu kebuka dan gue langsung berhadapan dengan sosok Celine yang... well, innocent.
Cewek itu, berdiri diam disana dengan dua bola matanya yang hitam, ngeliatin gue dengan tampang polos campur bingung. Rambutnya yang agak gelombang itu jatuh disamping kepalanya, entah kenapa gue... ngerasa ada yang aneh dalam diri gue. Sejak gue ngerasa khawatir tadi, gue ngerasain jantung gue deg-degan kayak layaknya orang khawatir. Tapi sekarang, setelah ngeliat dia dalam keadaan sehat sampe-sampe bisa berdiri tegak begitu, kenapa gue masih ngerasa deg-degan?.
Gue berusaha menguasai diri gue dibawah kendali penuh atas tujuan utama gue kesini. Sementara Celine masih diem disana, dan gue rasa karena dia memang nggak bisa keluar dengan posisi gue yang berdiri tepat didepannya, sekarang gue lagi merangkai kata-kata buat bikin dia puas atas semua tingkah lakunya yang belagu.
"HEH! LO ITU MAKSUDNYA APA-APAAN SIH PAKAI NYEBAR HOAX KALO LO SUKA SAMA GUE?! LO TAU KAN GUE BENCI SAMA LO? GUE JUGA TAU KOK PASTI LO BENCI JUGA SAMA GUE! TERUS KENAPA LO MESTI NYEBARIN GOSIP TENTANG LO SUKA SAMA GUE? APA LO BENERAN SUKA SAMA GUE?! MAAF YAH, LO ITU UDAH MASUH BLACK LIST GUE SEJAK AWAL, JADI JANGAN MIMPI GUE BALES PERASAAN SUKA LO ITU!"saat satu kata keluar dari mulut gue, kata-kata yang lain mendadak menyusul dan semuanya keluar dari mulut gue dengan begitu ringan dan cepat, terlalu cepat sampe gue sendiri nggak sempet buat paham apa yang gue omongin.
Air muka Celine yang awalnya polos itu kini berubah drastis menjadi suatu kemarahan yang didominasi kesedihan. Gue kira setelah bentakin dia, gue bakal ngerasa lega. Ternyata gue sekarang malah ngerasa... duh... gue bener-bener bego, karena sekarang gue ngerasa bersalah.
"Bukan aku yang nyebarin hoax itu kak"kata Celine, dari nada suaranya dia seperti menahan tangis, gue jadi ngerasa nggak enak sendiri
"Nggak usah munafik lah jadi orang"itu malah kalimat yang keluar dari mulut gue sementara otak dan hati gue lagi berusaha berkompromi, antara gue mau... ngelanjutin kejahatan ini atau udahan
"Emangnya kakak kenal sama aku?"tanya Celine, membuat aktifitas otak gue terhenti dan sekarang gue bener-bener mematung mati gaya
"Kenapa sih kak Bian benci banget sama aku? Padahal kak Bian nggak kenal aku"lanjut Celine "Tahu nama itu bukan kenal, tapi cuma sekedar tahu"
"Terus, emang kenapa kalo gue nggak kenal sama lo? Harus gitu gue kenal sama lo?"tanya gue dengan nada sinis yang nggak gue usir dari cara gue ngomong
"Nggak harus kenal. Tapi kalau kak Bian nggak kenal dan nggak mau kenal, ya nggak usah menilaiku dengan sudut pandang dan sewenang-wenang kak Bian sendiri. Kalau kak Bian pengin menilaiku, kak Bian harus kenal aku dulu"jawab Celine dengan ekspresi sedih yang mendalam, namun perkataannya terdengar mulai stabil ketimbang saat pertama kali dia bicara setelah aku membentaknya
"Temen-temen gue juga banyak kok yang bilang lo itu cewek nyebelin"gue tahu, yang gue omongin barusan itu bego banget, dan gue harusnya siap untuk denger komentar Celine tentang pernyataan gue tadi
"Nggak semua orang bicara tentang aku apa adanya. Tidak semua orang sama menilaiku"sahut Celine, dia nggak bikin gue repot buat nyari jawaban atas perkataannya barusan, karena dengan cepat dia menutup kembali pintu kamar mandi. Gue ditinggalin dalam keadaan kaget, bingung, dan bimbang. Tapi gue harus yakin ini yang terbaik, inikan yang gue mau? Yaudah... masalah Celine tersinggung, sakit hati, atau lainnya, itu bukan urusan gue.
---
Itu bukan urusan gue, bagus, setelah tadi gue yakinin diri di depan pintu kamar mandi yang udah Celine tutup lagi, sekarang gue mematung disamping sebuah dinding tempat paling strategis buat ngumpet dan denger pembicaraan 2 adik kelas gue. Kebetulan saat gue balik dari marah-marahin Celine tadi, gue denger Orina dan Gara sedang ngomongin sesuatu yang bikin gue penasaran... ini tentang Celine.
"Celine beneran suka sama kak Bian?"tanya Gara, dari nada suara dia sih semacam harap-harap cemas gitu
"Enggak... Celine malahan benci banget sama kak Bian"sahut Orina, gue harusnya udah tau, tapi kok dengernya gue jadi nyesek ya?
"Benci? Kenapa?"pertanyaan Gara itu bener-bener mewakili isi hati gue banget
"Kamu tau-kan sikap kak Bian ke Celine kayak apa?"Orina balas nanya "Kak Bian itu jahat, dia benci sama Celine tanpa sebab"
"Iya sih... kak Bian tempo hari juga curhat ke aku, katanya sih dia benci banget sama Celine"sahut Gara
"Kenapa?"tanya Orina, pertanyaan itu, jujur, gue sendiri nggak bisa jawab
"Nggak tau"jawab Gara "Kayaknya sih karena dia keseringan denger pandangan dari kakak kelas cewek yang suka sama aku. Aku suka Celine, kayaknya aku bikin dia repot ya"
"Memang"gumam Orina tanpa rasa bersalah
"Aku nggak bisa ngelepasin Celine, kecuali dia udah bener-bener dapet pendamping yang memang lebih baik dari aku"kata Gara penuh tekad, dan tekad Gara itu mendadak mengalir bagai listrik ketubuh gue, sampai gue berjalan dengan tekad bulat kearah dua orang itu
"Plis, bantuin gue"mungkin cara gue membuka pembicaraan ini ke mereka memang agak aneh, tapi itu berhasil bikin 2 anak itu memperhatikan gue
"Gue baru aja bentak-bentakin Celine"kata gue, dan itu bikin Orina keliatan kaget banget, makanya gue buru-buru ngelanjutin "Dan gue sekarang menyesal banget... gue ngaku salah, ada yang bisa bantu gue gimana caranya minta maaf ke dia? Biar gue keliatan bener-bener tulus dan dia bisa maafin gue? Ada yang punya saran?"
"Cokelat"sahut Gara ringan, disambut dengan anggukan kepala dari Orina
"Minta maaf sambil bawa cokelat, kasih ke Celine dengan nada paling bersahabat yang kak Bian bisa"timpal Orina "Tenang aja kak, Celine itu orangnya pemaaf"
"Itu cara gue buat minta maaf... terus gue minta satu saran lagi"gue bersiap dengan kata-kata yang akan gue omongin ini "Sebelumnya gue minta maaf ke elo Gara, karena gue... gue... gue suka sama Celine".
Celine pov
BLACK LIST! Kalau buku itu bener-bener aku tulis, pasti sekarang aku sudah memenuhi buku-ku dengan satu nama paling pantas masuk daftar itu. Kak Bian.
Aku tidak ada selera untuk masuk ke arena Pramuka lagi, aku tidak ada tenaga untuk beranjak pergi dari sini. Hanya duduk didepan pintu kamar mandi, begini, sendiri, atau mungkin bisa dikatakan aku ditemani dengan tetesan air mata yang deras membanjiri pipiku. Hari ini aku tidak bawa sapu tangan, selama tidak ada yang melihat, kurasa membiarkan pipiku basah sementara tidak akan jadi masalah.
"Kurang ajar, apa-apaan sih dia memarahiku seperti itu... apa dia pikir hanya dia yang membenciku? aku juga benci dia. Apa dia pikir hanya dia yang memasukkanku dalam black listnya? aku juga memasukkan dia dalam black list-ku. Aku bisa saja berteriak kepadanya, tapi aku masih menghargai dia sebagai kakak kelas... tidak kusangka dia begitu kurang ajar"gumamku kepada diri sendiri, panjang lebar sembari mulai berdiri dan membersihkan bagian belakang rok, ketika tiba-tiba kotak berwarna-warni bertuliskan Chocolate dengan diatasnya ditambahi dengan kertas bertulis tangan Apologize, disambung menjadi Apologize Chocolate.
Aku mungkin bisa merasakan siapa yang kini berdiri dihadapanku dan mengulurkan kotak itu terhadapku. Tapi aku tidak berani mempercayai prasangka-ku. Aku terlalu takut untuk percaya mengenai hal menyenangkan yang tidak mungkin terjadi.
"Terimalah"suara itu menggelitik hatiku, membuat aku akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan akhirnya mataku bertemu dengan matanya. Hari ini untuk yang kedua kalinya aku melihat dua bola mata itu dalam jarak dekat. Sama seperti tadi, aku melihatnya dalam ekspresi khawatir. Namun sebelumnya kekhawatiran itu berubah menjadi kemarahan, sementara sekarang kekhawatiran itu berubah menjadi ekspresi penyesalan dan sesuatu yang jarang sekali aku lihat darinya... ketulusan.
"Gue minta maaf ke elo, gue ngomong kasar banget tadi... maafin gue yah?"permintaan itu bisa saja aku iyakan jika aku tidak berfikir rasional, tapi aku tetap berusaha menjadi seorang manusia, bukan seorang gadis yang mudah tersentuh hatinya karena sekotak besar cokelat sudah diulurkan, dua bola mata penuh penyesalan sudah terpampang, serta nada bicara memelas disambung dengan memohon sudah terdengar. Aku bisa tersentuh, aku sudah tersentuh, tapi aku tidak mau.
"Kalau memang kak Bian membenciku, ya benci saja"jawabku dengan menepis pelan tangan yang mengulurkan sekotak cokelat itu, aku hendak melangkahkan kakiku pergi ketika kak Bian menggenggam pergelangan tanganku, menahanku pergi, dan... aku tidak sanggup lagi menjadi manusia! Karena aku adalah seorang gadis biasa.
"Kumohon maafkan aku ya"kak Bian kembali memandang kearahku dengan sungguh-sungguh, aku mendengarnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengejutkan, mengherankan, aneh didengar, tapi begitu menyejukkan hati dan jiwa.
"Aku mengaku salah, sungguh aku minta maaf"tambah kak Bian "Bisa kan kamu maafin aku, Celine?", jantungku berdebar-debar ketika kak Bian menyebut namaku dengan diperlambat, diperhalus, dan jika aku tidak salah juga diperindah. Sudahlah cukup, ini melampaui batas kesabaranku untuk tetap teguh menolaknya. Aku harus mengakui bahwa aku...
"Ya, baiklah kak Bian, aku memaafkanmu"ujarku dengan memaksakan senyum tipis, baru kusadari pipiku masih basah oleh air mata yang kini sudah tidak mengalir lagi, aku cepat-cepat mengusap semuanya sampai kering, aku tidak boleh terlihat terlalu berantakan dihadapan kak Bian... musuh yang baru saja berdamai denganku.
"Terimalah cokelat permintaan maaf gue"kata kak Bian, menggoyang-goyangkan kotak cokelat ditangan kanannya, akupun segera menerima benda itu dengan agak ragu-ragu, tapi kini aku sudah menggenggamnya dengan baik dalam kuasaku
"Dan... sebelumnya maafin gue kalau lo mikir ini agak kurang ajar, atau terlalu kurang ajar mungkin"kak Bian mulai merogoh saku celananya, membuatku penasaran apa yang akan dia keluarkan "Tapi gue serius kalau gue-",
kak Bian berhenti, sampai tangan yang merogoh saku celanya itu keluar dan dalam genggamannya ada sepucuk surat. Sekarang pria itu mulai membukanya dan kini merentangkannya didepan dada, tempat strategis agar aku dapat dengan mudah membacanya... tapi aku tidak sanggup untuk percaya dengan penglihatanku, bahwa disana ada sebuah kata yang mengatakan bahwa... bahwa kak Bian... bahwa kak Bian mencintaiku (?).
"Aku cinta kamu, Celine... aku cinta sama kamu"kata kak Bian, sepertinya berusaha meyakinkan aku, menggabungkan partikel-partikel fakta antara tulisan yang kubaca dengan pengakuan kak Bian melalui kata-kata.
Jantungku tak hentinya berpacu dengan aneh, aku merasa begitu aneh, seperti ada sesuatu yang bermekaran didalam hatiku, seperti ada sesuatu yang menggetarkan lidahku untuk segera berkata
"Aku mungkin merasakan hal yang sama"ujarku tiba-tiba, membuat keadaan diantara kami tiba-tiba hening
"Tentang gosip itu, bukan aku yang menyebarkannya"tambahku "Dalam kebencianku, kurasa tanpa sadar aku juga menanam benih cinta didalamnya", kak Bian kemudian menyunggingkan senyuman termanisnya, senyuman pertamanya yang ditujukan untukku, hanya untukku, khusus untukku, karena saat ini yang dia pandang dengan saksama hanyalah aku.
"Gue rasa, gue juga ngelakuin hal nggak sengaja itu"kata kak Bian, membuatku mau tak mau tersenyum lebar, semoga saja dimatanya senyumanku ini manis
"Lain kali... kak Bian jangan menilai orang hanya sekilas-sekilas saja ya"akupun bicara "Seperti yang kukatakan tadi. Jika tidak kenal atau bahkan tidak ingin kenal, tidak usah menilai. Jika ingin menilai, mau tidak mau kau harus mengenal".
Aku tidak ada selera untuk masuk ke arena Pramuka lagi, aku tidak ada tenaga untuk beranjak pergi dari sini. Hanya duduk didepan pintu kamar mandi, begini, sendiri, atau mungkin bisa dikatakan aku ditemani dengan tetesan air mata yang deras membanjiri pipiku. Hari ini aku tidak bawa sapu tangan, selama tidak ada yang melihat, kurasa membiarkan pipiku basah sementara tidak akan jadi masalah.
"Kurang ajar, apa-apaan sih dia memarahiku seperti itu... apa dia pikir hanya dia yang membenciku? aku juga benci dia. Apa dia pikir hanya dia yang memasukkanku dalam black listnya? aku juga memasukkan dia dalam black list-ku. Aku bisa saja berteriak kepadanya, tapi aku masih menghargai dia sebagai kakak kelas... tidak kusangka dia begitu kurang ajar"gumamku kepada diri sendiri, panjang lebar sembari mulai berdiri dan membersihkan bagian belakang rok, ketika tiba-tiba kotak berwarna-warni bertuliskan Chocolate dengan diatasnya ditambahi dengan kertas bertulis tangan Apologize, disambung menjadi Apologize Chocolate.
Aku mungkin bisa merasakan siapa yang kini berdiri dihadapanku dan mengulurkan kotak itu terhadapku. Tapi aku tidak berani mempercayai prasangka-ku. Aku terlalu takut untuk percaya mengenai hal menyenangkan yang tidak mungkin terjadi.
"Terimalah"suara itu menggelitik hatiku, membuat aku akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan akhirnya mataku bertemu dengan matanya. Hari ini untuk yang kedua kalinya aku melihat dua bola mata itu dalam jarak dekat. Sama seperti tadi, aku melihatnya dalam ekspresi khawatir. Namun sebelumnya kekhawatiran itu berubah menjadi kemarahan, sementara sekarang kekhawatiran itu berubah menjadi ekspresi penyesalan dan sesuatu yang jarang sekali aku lihat darinya... ketulusan.
"Gue minta maaf ke elo, gue ngomong kasar banget tadi... maafin gue yah?"permintaan itu bisa saja aku iyakan jika aku tidak berfikir rasional, tapi aku tetap berusaha menjadi seorang manusia, bukan seorang gadis yang mudah tersentuh hatinya karena sekotak besar cokelat sudah diulurkan, dua bola mata penuh penyesalan sudah terpampang, serta nada bicara memelas disambung dengan memohon sudah terdengar. Aku bisa tersentuh, aku sudah tersentuh, tapi aku tidak mau.
"Kalau memang kak Bian membenciku, ya benci saja"jawabku dengan menepis pelan tangan yang mengulurkan sekotak cokelat itu, aku hendak melangkahkan kakiku pergi ketika kak Bian menggenggam pergelangan tanganku, menahanku pergi, dan... aku tidak sanggup lagi menjadi manusia! Karena aku adalah seorang gadis biasa.
"Kumohon maafkan aku ya"kak Bian kembali memandang kearahku dengan sungguh-sungguh, aku mendengarnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengejutkan, mengherankan, aneh didengar, tapi begitu menyejukkan hati dan jiwa.
"Aku mengaku salah, sungguh aku minta maaf"tambah kak Bian "Bisa kan kamu maafin aku, Celine?", jantungku berdebar-debar ketika kak Bian menyebut namaku dengan diperlambat, diperhalus, dan jika aku tidak salah juga diperindah. Sudahlah cukup, ini melampaui batas kesabaranku untuk tetap teguh menolaknya. Aku harus mengakui bahwa aku...
"Ya, baiklah kak Bian, aku memaafkanmu"ujarku dengan memaksakan senyum tipis, baru kusadari pipiku masih basah oleh air mata yang kini sudah tidak mengalir lagi, aku cepat-cepat mengusap semuanya sampai kering, aku tidak boleh terlihat terlalu berantakan dihadapan kak Bian... musuh yang baru saja berdamai denganku.
"Terimalah cokelat permintaan maaf gue"kata kak Bian, menggoyang-goyangkan kotak cokelat ditangan kanannya, akupun segera menerima benda itu dengan agak ragu-ragu, tapi kini aku sudah menggenggamnya dengan baik dalam kuasaku
"Dan... sebelumnya maafin gue kalau lo mikir ini agak kurang ajar, atau terlalu kurang ajar mungkin"kak Bian mulai merogoh saku celananya, membuatku penasaran apa yang akan dia keluarkan "Tapi gue serius kalau gue-",
kak Bian berhenti, sampai tangan yang merogoh saku celanya itu keluar dan dalam genggamannya ada sepucuk surat. Sekarang pria itu mulai membukanya dan kini merentangkannya didepan dada, tempat strategis agar aku dapat dengan mudah membacanya... tapi aku tidak sanggup untuk percaya dengan penglihatanku, bahwa disana ada sebuah kata yang mengatakan bahwa... bahwa kak Bian... bahwa kak Bian mencintaiku (?).
"Aku cinta kamu, Celine... aku cinta sama kamu"kata kak Bian, sepertinya berusaha meyakinkan aku, menggabungkan partikel-partikel fakta antara tulisan yang kubaca dengan pengakuan kak Bian melalui kata-kata.
Jantungku tak hentinya berpacu dengan aneh, aku merasa begitu aneh, seperti ada sesuatu yang bermekaran didalam hatiku, seperti ada sesuatu yang menggetarkan lidahku untuk segera berkata
"Aku mungkin merasakan hal yang sama"ujarku tiba-tiba, membuat keadaan diantara kami tiba-tiba hening
"Tentang gosip itu, bukan aku yang menyebarkannya"tambahku "Dalam kebencianku, kurasa tanpa sadar aku juga menanam benih cinta didalamnya", kak Bian kemudian menyunggingkan senyuman termanisnya, senyuman pertamanya yang ditujukan untukku, hanya untukku, khusus untukku, karena saat ini yang dia pandang dengan saksama hanyalah aku.
"Gue rasa, gue juga ngelakuin hal nggak sengaja itu"kata kak Bian, membuatku mau tak mau tersenyum lebar, semoga saja dimatanya senyumanku ini manis
"Lain kali... kak Bian jangan menilai orang hanya sekilas-sekilas saja ya"akupun bicara "Seperti yang kukatakan tadi. Jika tidak kenal atau bahkan tidak ingin kenal, tidak usah menilai. Jika ingin menilai, mau tidak mau kau harus mengenal".
Author pov
Gara berdiri disana dengan senyum lebar tersungging dibibirnya. Ketika itu juga Orina datang dan melihat apa yang sedang Gara lihat
"Gara... kamu nggak papa?"tanya Orina dengan hati-hati
"Kan aku sudah bilang, aku bisa melepaskan Celine kalau dia sudah dapat pendamping yang lebih baik dariku"jawab Gara, tidak melepaskan pandangannya dari adegan romantis Celine dan kak Bian
"Yakin?"tanya Orina menegaskan, sementara baru itulah Gara akhirnya memalingkan pandangannya sejenak kearah teman bicaranya, memberi gadis itu senyuman terbaik, kemudian kembali memandang kearah gadis yang sangat dia sayangi bersama orang yang gadis itu sangat sayangi
"Sangat yakin"jawab Gara "Pokoknya, yang terbaik aja buat Celine...".
-Trisapka
"Gara... kamu nggak papa?"tanya Orina dengan hati-hati
"Kan aku sudah bilang, aku bisa melepaskan Celine kalau dia sudah dapat pendamping yang lebih baik dariku"jawab Gara, tidak melepaskan pandangannya dari adegan romantis Celine dan kak Bian
"Yakin?"tanya Orina menegaskan, sementara baru itulah Gara akhirnya memalingkan pandangannya sejenak kearah teman bicaranya, memberi gadis itu senyuman terbaik, kemudian kembali memandang kearah gadis yang sangat dia sayangi bersama orang yang gadis itu sangat sayangi
"Sangat yakin"jawab Gara "Pokoknya, yang terbaik aja buat Celine...".
-Trisapka
Comments
Post a Comment