The Last Candle

Note :
-Cerita ini merupakan karya asli Trisapka, apabila ada blog lain yang mempublikasikan karya ini tanpa mencantumkan link trisapka.blogspot.com , mohon bantuannya untuk mengirim saya pemberitahuan.
-Cerita ini hanya merupakan karangan fiktif belaka, apabila ada kesamaan tokoh, latar, jalan cerita dan yang lain itu hanya merupakan sebuah kebetulan.
-Video dalam postingan ini diambil dari Youtube.

Pagi pertama di bulan September tahun 2013, dimana pada hari ini aku sampai pada umurku yang ke 60 tahun. Aku sudah terlalu tua untuk merayakan ulang tahunku, tidak ada lagi kebahagiaan di tanggal 1 September, hanya kehampaan yang terus merayap dalam hati, mengikis semua senyum yang pernah terukir dibibirku. Bahkan bagiku, tawa hanyalah mitos.
"Ma, aku berangkat"suara tangisan bayi itu kini sudah berubah menjadi suara berat penuh tekad dari seorang lelaki yang berdiri dihadapanku, tanpa menghampiriku sama sekali diapun pergi melewati pintu depan. Dia adalah putra bungsuku, satu-satunya yang mau mengalah untuk tetap tinggal bersamaku di rumah ini, dimana dulu aku dan almarhum suamiku membesarkan ketiga anakku yang tersisa.
Aku jadi teringat bagaimana aku begitu bahagia ketika anak keduaku akhirnya bisa memasuki SMP. Dia adalah seorang gadis yang sehat, cantik dan pintar. Tidak seperti putra sulungku yang meninggal saat berumur 6 tahun. Dia memiliki seorang adik yang tidak kalah sempurna. Namun sekarang mereka berdua sudah menikah dan harus ikut dengan suami mereka, pergi meninggalkanku bersama putra bungsuku disini. Aku kira semua akan baik-baik saja, aku kira mereka menyayangi aku seperti aku menyayangi mereka. Tapi kini aku mulai ragu dengan segala keyakinan ketika aku melepaskan mereka untuk suami mereka. Karena setelah kepergian mereka, mereka tidak pernah lagi kembali untuk menjengukku, atau sekedar basa-basi denganku.
"Ma, aku ada acara... kalau mama mau makan aku sudah siapkan di meja makan, mama tinggal ambil sendiri makanannya"yang bicara padaku itu adalah istri dari putra bungsuku, dulu dia adalah gadis desa yang amat hormat dan santun, dimana dia selalu memperhatikanku sebagaimana ibunya sendiri, karena itulah aku menerimanya menjadi menantu. Tapi aku rasa putra bungsuku telah meracuninya, hingga kini gadis itu berubah menjadi wanita seperti itu, mirip seperti putra bungsuku, mereka tidak memperhatikan aku.
Tinggalah aku sendiri dirumah karena mereka tidak menghadiahi aku cucu, dulu aku amat sedih karena istri putra bungsuku itu tidak bisa memiliki seorangpun anak, tapi sekarang aku malah bersyukur. Jika mereka punya anak, pasti aku yang harus merawat anak itu.
---
Terkantuk-kantuk aku dengan perut yang lapar karena aku sudah terlalu tua untuk berjalan ke meja makan, dan aku sudah terlalu tua untuk mengambil makananku sendiri. Aku tidak ingin dimarahi seperti semalam, dimana aku mencoba mengambil sesuatu untuk mengisi perutku, tapi aku malah membuat keributan. Bagaimana putra bungsuku begitu marah kepadaku karena aku tidak sengaja menyenggol guci kesayangannya hingga jatuh dan pecah. Dan bagaimana istri putra bungsuku berusaha menenangkan dia. Aku tidak ingin membuat putra bungsuku marah lagi. Sehingga aku lebih memilih tetap duduk ditempat tidurku seperti orang lumpuh.
ting tong
Aku tersentak mendengar suara bel rumah, aku terkejut kenapa aku bisa mendengar suara bel itu dari tempat tidurku. Pendengaranku yang sudah tidak seperti dulu lagi seharusnya tidak memungkinkanku untuk mendengar suara itu. Apa aku salah dengar?
ting tong
Tidak, aku tidak salah dengar, itu benar suara bel rumah... akupun berusaha bangkit berdiri dan berjalan pelan-pelan menuju pintu. Aku harus merambat dengan mengandalkan benda-benda disekitar untuk berpegang, karena keseimbangan tubuhku sudah tidak seperti dulu lagi. Hingga akhirnya aku sampai di pintu, aku genggam kuat-kuat gagangnya, dan menarik pintu itu dengan sisa tenagaku yang ternyata masih sanggup untuk membuka pintu.
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku yang sayu ketika melihat sesosok anak laki-laki berdiri diambang pintu rumahku. Aku merasa begitu dekat dan begitu mengenalinya. Dia yang memiliki kulit pucat, binar matanya tidak cerah seperti anak pada umumnya, kelihatannya dia amat sangat lelah karena nafasnya mulai tersengal-sengal, dan yang membuatku makin percaya pada ingatanku yakni ketika dia tersenyum kepadaku dengan caranya, aku tahu aku tidak salah lagi, dia adalah putra pertamaku.
"Ma selamat ulang tahun"ujarnya dengan senyuman yang begitu lebar
"Ma, apa kabar? Aku rindu pada mama"katanya, membuat air mata tidak sanggup terbendung lagi dan akhirnya meluncur dengan lembut membasahi pipiku yang sudah keriput
"Maaf ya ma aku baru bisa datang, maaf waktu itu aku meninggalkan mama... yang penting adik-adik sudah ada untuk mama, jadi aku pikir mama tidak akan apa-apa"dia berkata lagi
"Mama jangan berdiri terlalu lama disini, nanti mama bisa kedinginan"kemudian dia segera menuntunku untuk berjalan memasuki rumah "Mama sudah makan? Aku ingin membuatkan sesuatu untuk mama", kemudian aku hanya duduk di salah satu kursi dapur, sembari memperhatikan putra sulungku yang begitu cekatan memasak. Rasanya benar-benar tidak salah lagi, dia adalah putraku yang telah begitu lama pergi, dia telah kembali untukku, dia tahu bahwa ada yang terjadi sesuatu padaku, dimana sejauh ini hanya dia satu-satunya, selain aku dan Tuhan, yang ingat bahwa ini adalah hari ulang tahunku.
"Ayo ma dimakan, sekarang aku sudah bisa memasakkan bubur untuk mama... maaf ya ma dulu saat aku masih kecil aku merepotkan mama"kata putra sulungku sembari menyajikan bubur buatannya dihadapanku, berusaha aku meraih sendok dan memakan bubur buatannya, tapi aku malah menumpahkan sedikit makanan itu ke meja makan. Aku langsung ketakutan, kita kulakukan itu pasti istri putra bungsuku akan marah-marah padaku. Aku tidak sanggup mendengar cercaan lagi, ketika air mataku sudah siap meluncur, aku mendengar putra sulungku berkata
"Biar aku suapi mama ya?"ujarnya dengan lembut, membuat air mataku benar-benar jatuh karena begitu senangnya. Dia tidak memarahiku, melainkan kini dia menyuapiku layaknya dulu aku menyuapi dia. Dengan sabar dia membersihkan mulutku yang kotor karena makan dengan berantakan, karena aku sudah tua.
"Sekarang karena mama sudah kenyang, apa yang ingin mama lakukan?"tanya putra sulungku
"Aku ingin berjalan"jawabku dengan lemah
"Berjalan kemana ma?"tanya putra sulungku lagi
"Keruang belajar"sahutku, selanjutnya seperti biasa, dengan penuh kesabaran putra sulungku menuntunku untuk menuju ketempat yang aku minta. Dalam perjalanan tidak sengaja aku memecahkan vas bunga yang selalu istri putra bungsuku bangga-banggakan, aku langsung ketakutan, bagaimana nantinya jika putra bungsuku marah besar padaku?
"Jangan takut ma, adik tidak akan marah pada mama"kata putra sulungku dengan senyumannya yang begitu menenangkan "Harga vas bunga itu tidak seberapa dengan jasa mama yang telah membesarkan adik hingga menjadi seorang yang hebat, hingga bisa membeli vas bunga itu", untuk kesekian kalinya aku kembali meneteskan air mata, betapa aku begitu bahagia, kini aku berjalan dengan dituntun oleh putra sulungku, dengan hati tenang dan tanpa rasa ketakutan berlebihan. Aku tidak memecahkan apapun lagi, vas bunga itu yang terakhir.
Sampailah kami diruang belajar, putra sulungku membacakan sebuah dongeng kesukaannya untukku. Dulu dongeng itu adalah pengantar tidur bagi keempat anakku, hingga putra sulungku akhirnya meninggal setelah mendengarkan dongeng terakhirku, hingga kedua putriku akhirnya tidak lagi menyukai dongeng yang kubacakan, dan ketika akhirnya putra bungsuku tidak lagi suka mendengarkan dongeng yang penuh dengan keajaiban.
"Dongengnya sudah selesai ma... apa yang mama inginkan lagi sekarang?"tanya putra sulungku dengan lembut
"Aku ingin bicara kepada ketiga adikmu"jawabku dengan cepat, ya, itulah yang paling kuinginkan sekarang, entah kenapa hanya itu yang aku inginkan
"Sekarang semuanya sedang tidak ada disini, mama katakan saja apa yang ingin mama katakan... akan aku tuliskan dalam bentuk surat"kata putra sulungku, aku menyetujui usul darinya, dan akupun mulai mengungkapkan segala yang ingin aku katakan kepada mereka.
ting tong
Aku menoleh kearah pintu, putra sulungku yang baru saja selesai melipat surat dan memasukkannya dalam amplop segera tersenyum dan berlari kearah pintu
"Itu pasti papa"katanya, aku terkejut mendengar kata-katanya, rasa ingin tahukupun terjawab ketika putra sulungku kembali bersama seorang pria yang membawakan kue jahe kesukaanku dulu, hingga akhirnya aku sudah terlalu tua untuk memakannya. Diatas kue-kue itu, ada sebuah lilin yang menyala, apinya menari-nari manis dan itu membuatku kembali menangis... Yang datang adalah suamiku, yang tentu saja pasti akan selalu ingat hari ulang tahunku, betapa dia sangat mencintaiku
"Selamat ulang tahun yang ke-60 istriku tercinta"kata suamiku "Maafkan aku baru bisa datang sekarang, tapi karena ini adalah hari ulang tahunmu, maukah kau meniup lilin ini?"
"Tentu saja"sahutku dengan senang hati, putra sulungku membantuku berdiri, dan setelah berada cukup dekat dengan lilin, aku meniup lilin tersebut.
Bersamaan dengan matinya lilin ulang tahunku, keadaan disekitar juga mendadak gelap, yang tampak hanyalah badan suamiku, badan putra sulungku, dan badanku sendiri yang bercahaya
"Maukah kau ikut denganku?"tanya suamiku "Aku rasa kau sudah terlalu lelah untuk tetap tinggal disini, ikutlah denganku dan putra sulung kita, kesuatu tempat yang lebih baik dari ini"
"Kita akan kemana?"tanyaku degan heran
"Kesisi Tuhan"jawab suamiku.
~~~
-Trisapka

Comments

Popular posts from this blog

SECRET LOVE SONG - Little Mix

DORAEMON END SONG

Lupakan Saja