Color Of You (part 2-END)
Seharian ini ada banyak sekali tugas, karena kejeniusannya
dalam bermusik dia jadi andalan untuk ikut dalam berbagai program sekolah,
salah satunya adalah membuat lagu untuk album sekolah. Dinar baru sampai rumah
jam 7 malam, setelah mencium tangan ayah dan ibunya dia segera pergi mandi
kemudian berbaring di tempat tidurnya. Dia baru membuka ponsel dan melihat
banyak sekali pesan serta panggilan tidak terjawab dari Kara. Gadis itu memang
orang yang sangat cerewet. Dinar tersenyum kecil, kemudian dia mengecek social
medianya siapa tahu ada bawelan dari pacarnya juga. Tapi, tidak sesuai dengan
ekspektasi, senyumnya yang semula mengembang mendadak jadi susut ketika melihat
foto Kara dengan seorang laki-laki berkulit kecokelatan. Disana Kara tersenyum
lebar dan laki-laki itu duduk diatas motor, candid.
Dinar tidak mempermasalahkan foto itu, yang dia permasalahkan adalah komen dari
teman-teman Kara yang seakan laki-laki itu adalah gebetan Kara. Baru kali ini
Dinar benar-benar merasa panas yang mungkin dapat diartikan sebagai rasa
cemburu.
-00-
Setelah mengatur pertemuan sejak jauh-jauh hari, akhirnya
Kara dan Dinar bisa bertemu. Awalnya mereka bicara biasa saja, tapi kemudian
Dinar menyinggung tentang Arlo.
“Oh, dia kakak kelasku”itulah jawaban Kara, tapi bagi Dinar
itu bukan jawaban.
“Kamu deket sama dia?”tanya Dinar.
“Kamu cemburu?”Kara balas bertanya. Tanpa bisa
mengelak lagi Dinar mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian dia melihat Kara
tertawa melihat respon itu.
“Ternyata kamu bisa cemburu”ujar Kara.
“Aku kan sayang sama kamu, wajar kalau cemburu”Dinar membela
diri dengan kata-kata yang biasa digunakan Kara.
“Kak Arlo itu orangnya pendiem, misterius, bin jenius. Jadi,
temen-temenku itu menantangku untuk bisa akrab dengan kak Arlo. Aku sekarang
udah bisa akrab dengan dia, makanya besok aku diajak makan-makan sama temenku
karena aku udah berhasil”kata Kara dengan santai menceritakan asal-usul
kedekatannya dengan Arlo, dan kisah yang barusan Dinar dengar membuat laki-laki
itu mengerutkan kening.
“Kamu… kok jadiin orang lain permainan gitu sih?”tanya
Dinar.
“Aku gak jadiin kak Arlo mainan, aku jadiin dia temen”sahut
Kara.
“Kamu tau gak sih? Cowok yang misterius itu cuma membuka
diri buat cewek yang dia suka, dan kemungkinan besar kak Arlo itu suka sama
kamu, Kar”kata Dinar, tapi kalimat seriusnya itu justru ditanggapi tawa oleh
Kara.
“Gak usah parno gitu deh Nar, kamu berlebihan”.
Tapi, 3 hari kemudian Kara menyesal karena telah
mentertawakan gagasan Dinar tempo hari. Karena saat dia dan Arlo sedang berdua
di ruang musik, tiba-tiba saja Arlo menyatakan perasaan tertariknya kepada Kara.
Gadis itu benar-benar terkejut dan sulit untuk menjawab, yang lebih membuatnya
terkejut adalah karena dia tidak bisa menolak. Kara memutuskan untuk menunda
jawabannya sampai besok, sementara dia buru-buru kabur dari ruang musik.
“Aku sudah punya Dinar, aku sudah punya Dinar”Kara membatin
dalam hati, tapi setiap kali dia teringat akan semua moment yang dilaluinya
dengan Arlo membuat dia menjadi dilema. Dia teringat saat perkenalan pertama
mereka, kemudian saat Arlo mulai mengantarnya pulang, dan saat kedekatan mereka
menjadi pembicaraan publik karena Arlo yang pendiam mulai membuka diri berkat
Kara.
Sampai dirumah Kara melamun, dia tidak memperdulikan tugas
sekolahnya yang menumpuk dan juga tidak peduli dengan ponselnya yang bergetar.
Kara ketakutan untuk menjawab pesan atau telepon dari Dinar, karena dia merasa
bersalah. Terbersit dibenak Kara untuk menerima Arlo dan putus dari Dinar. Tapi,
itu terdengar sangat kejam.
Kara dibuat makin pusing saat keesokan harinya Arlo tidak
berangkat kesekolah, menurut kabar yang beredar Arlo masuk rumah sakit.
Seminggu berlalu dengan cepat, Arlo masih belum juga berangkat. Kara memutuskan
untuk menjenguk Arlo dengan diantar oleh Dinar. Mereka sampai dirumah sakit dan
segeralah mereka mendapati kebenaran bahwa Arlo mengidap penyakit lemah
jantung. Menurut cerita dari keluarganya, penyakit itu yang menyebabkan Arlo
menghindar dari keramaian karena takut dia tiba-tiba pingsan dan membuat
orang-orang disekitarnya khawatir. Dengan alasan yang sama Arlo memilih untuk
menghindari kisah cinta apapun dengan siapapun, karena bagi Arlo cinta
sangatlah mengkhawatirkan dan membuatnya tidak tenang.
Sekarang, Arlo tidak bisa ditemui karena baru saja menjalani
operasi. Sementara dengan keheningan Kara dan Dinar duduk di pojok kantin rumah
sakit.
“Kalau cinta Arlo ditolak, pasti dia sedih dan
jantungnya…”gumam Dinar tidak jelas, Kara memandangi Dinar dan hatinya terasa
sangat sakit. Dia merasa pusing dan tiba-tiba saja air matanya mengalir.
“Ini salahku Nar, aku yang bikin Arlo jadi kayak gini”ujar
Kara, “Kamu bener, harusnya aku gak jadiin orang lain sebagai permainan”.
Dinar memandangi Kara dengan sedih, pria itu lalu mengusap
rambut Kara dengan lembut seperti seorang kakak yang berusaha menenangkan
adiknya.
“Kamu nggak suka kan sama Arlo?”tanya Dinar, dia memang
berharap kekasihnya untuk menggelengkan kepala, tapi ternyata Kara tidak
memberikan jawaban, itu artinya hati Kara ingin menjawab apa yang tidak ingin
Dinar dengar.
“Aku harus nerima Arlo, Nar… kalau kamu punya jiwa
kemanusiaan, kamu harus relain aku sama Arlo”ujar Kara disela tangisnya, Dinar
mengerutkan kening dengan pernyataan yang baru saja dikemukakan, jelaslah dia
tidak setuju.
“Kamu mau menyelamatkan Arlo? Terus kamu bunuh aku?”tanya
Dinar.
“Dinar, kamu tuh sempurna, pasti banyak cewek yang mau
bahagia bareng kamu… beda sama Arlo, dia sakit, dia butuh aku dan aku jauh
lebih dibutuhkan Arlo daripada kamu”sahut Kara, “Kamu harus sadar Nar, mana
jiwa kemanusiaan kamu”.
“Kalau kamu terima Arlo atas nama jiwa kemanusiaan, kamu
bisa bertahan sampai kapan?”tantang Dinar, membuat Kara terdiam dan suasana
diantara mereka menjadi kaku sesaat.
“Aku suka sama Arlo, aku suka sama dia sejak dia pertama
kali senyum ke aku, sejak dia anterin aku pulang, sejak dia perhatian banget
sama aku”kata Kara, “Cowok yang misterius tiba-tiba perhatian, bagi cewek itu
sesuatu banget”.
Dinar membeku mendengar perkataan Kara, laki-laki itu berusaha
sekuat tenaga untuk tidak menangis sementara dia melihat Kara dengan santainya
meneteskan ribuan air mata. Dinar mengumpat dalam hati, seharusnya dia yang
menangis karena dia yang sudah sangat setia itu dikhianati begitu saja, dan
seharusnya dia yang menangis karena dia dipaksa untuk kehilangan seseorang yang
sangat dia cintai atas nama jiwa kemanusiaan. Pada akhirnya Dinar menyadari
bahwa apabila hubungannya dengan Kara dilanjutkan, akhirnya akan sama saja,
Kara akan meninggalkannya karena hati gadis itu sudah berpindah. Maka dengan
sangat berat hati akhirnya Dinar melepaskan Kara. Pada hari itu juga mereka
putus, dan pada hari itu juga Kara menerima Arlo sebagai pacarnya.
-00-
“Selamat pagi tante, Arlo di kamar?”pagi ini hari Minggu,
Kara sudah ada di rumah Arlo karena mereka ada janji untuk jalan-jalan ke
taman.
“Iya, masuk aja Kar”sahut mamanya Arlo, sementara Kara masuk
dan melewati lorong-lorong rumah Arlo yang besar bagai Istana, dalam tiap
langkahnya Kara mendadak seperti terlempar dimasa lalu.
Satu langkah, Kara teringat wajah Dinar. Dua langkah, Kara
teringat bagaimana dulu mereka mulai dekat dan mulai saling memahami. Tiga
langkah, Kara teringat bagaimana Dinar menjadikannya kekasih. Empat langkah,
lima langkah, enam langkah, banyak sekali kenangan-kenangan yang membuat dada
Kara terasa sesak. Tiba-tiba Kara menyadari satu hal, bahwa dia tertimpa sebuah
karma besar. Bahwa dia telah mempermainkan dan menganggap sepele orang lain,
menyebabkan dia terperangkap dalam permainannya sendiri. Dia terlalu cuek dan
membuat kedekatannya dengan Arlo menjadi hal yang biasa, tanpa dia sadari
tumbuh cinta diantara mereka, sementara sesungguhnya Kara sudah punya Dinar.
Kini Kara menyadari, segalanya dalam hidup tidak ada satupun yang bisa
disepelekan bahkan dijadikan permainan.
Kara sampai di depan kamar Arlo, tangannya terulur menyentuh
kenop pintu, kemudian perlahan gadis itu membukanya. Betapa terkejutnya Kara
saat melihat Arlo tergeletak dilantai dengan mata yang terpejam. Kara menjerit
memanggil mamanya Arlo, sementara dia berlari menuju kearah tubuh Arlo yang
terbaring. Tubuh itu dingin, dan tidak ada lagi denyut nadi disana. Arlo telah
meninggal dunia.
Kara menangis sejadi-jadinya, saat pemakaman Kara datang
bersama Dinar yang juga menangis karena merasa sedih seorang manusia telah
meninggal dengan tragis. Arlo terkena serangan jantung mendadak yang memang
sudah diprediksikan dokter akan terjadi dan bisa kapan saja. Keluarga Arlo
sangat berkabung tapi juga sudah siap akan kondisi seperti ini. Sementara Kara
tidak siap apa-apa, dia sangat kehilangan dan sampai para peziarah bubar, dia
masih tetap dimakam dengan memeluk nisan Arlo, ditemani oleh Dinar.
“Aku mencintai Arlo…
aku juga mencintaimu Dinar”bisik Kara, “Aku menyesal telah menjadikan Arlo
sebagai permainan, dan aku menyesal telah meninggalkanmu dengan begitu kejam”.
“Kalau gitu, biarkan warnanya Arlo menjadi warnaku
sekarang”kata Dinar.
Kara menghapus air matanya dan tersenyum, “Arlo, bahagialah
kamu disana karena aku benar-benar mencintai kamu”, Dinar ikut tersenyum dan
kemudian menggandeng Kara untuk meninggalkan pemakaman.
“Dan Dinar, bahagialah kamu karena mulai sekarang pacarmu
ini berjanji untuk tidak menjadikan orang lain sebagai permainan, untuk tidak
mengakhiri hubungan secara sewenang-wenang, dan untuk tidak memandang dunia
dari satu sisi saja”.
Oleh : Trisapka

Comments
Post a Comment