Don't be So Sweet (part 2)
"Tiff!"
“Astaga Adelle, pakaianmu itu menusuk mataku”komentar Tiff
itu bagi Adelle sama sekali tidak menyakitkan hati, karena dia sudah terbiasa.
Lagipula, menurutnya rok selutut berwarna dasar putih dengan bertaburan pola kartu
dengan berbagai warna itu sangat indah dan colorfull, dipadu dengan kaos hitam
lengan panjang yang polos, lalu sebagai pemanisnya adalah rompi tanpa lengan
berwarna putih tulang polos.
“Kau ingat laki-laki yang membuntutiku tempo hari?”tanya
Adelle.
“Oh, god! Apa yang dia lakukan padamu?!”Tiff balas bertanya
dengan keterkejutan yang berlebihan, Adelle bisa saja kesal kepada Tiff yang
berlebihan, tapi dia sadar diri karena dia juga menjerit terlalu histeris saat
Noir tiba-tiba ada dibelakangnya, dapat disimpulkan sebenarnya Adelle jauh
lebih berlebihan.
“Ternyata dia itu ngekos ditempat yang sama denganku, jadi
secara otomatis aku dan dia jalan searah”ujar Adelle.
“Benarkah? Kau tidak mengenali teman satu kosan-mu?”tanya
Tiff masih tidak percaya.
“Dia baru saja pulang dari pertukaran pelajar ke Jerman,
jadi… aku tidak mengenalnya. Aku rasa dia pergi ke Jerman tepat ketika aku
mulai kuliah”sahut Adelle.
“Baguslah kalau begitu, tapi… aku bertanya-tanya, apakah dia
masih punya jiwa bangsa Indonesia?”ujar Tiff, membuat Adelle mengerutkan
kening, kemudian Tiff melanjutkan “Maksudku, dia sudah lama ada di luar negeri,
kau tahu kan wanita luar negeri seperti apa? Terbuka dimana-mana. Jadi, apakah
dia masih punya jiwa bangsa Indonesia? Atau jangan-jangan dia sudah mengikuti
budaya barat dan suka dengan hal-hal ‘seperti itu’”.
“Baiklah Tiff, pernyataanmu barusan benar-benar tidak mausk
akal”sanggah Adelle.
“Dimananya yang tidak masuk akal”kata Tiff, “Saranku,
berhati-hatilah dengan orang asing”.
“Tapi dia sudah ngekos disana lebih dulu daripada aku, Max
sudah mengenalnya dengan baik. Kau tahu? Disini rasanya seperti akulah ‘orang
asing’nya”sahut Adelle.
“Yah, terserah kau saja”ujar Tiff.
Meskipun merasa perkataan Tiff tidak masuk akal, dengan
sangat menyebalkan Adelle merasa gelisah. Terlebih saat dia mendapati bahwa
kamarnya dan Noir bersebelahan.
Adelle berusaha tidak terlibat masalah apapun dengan
laki-laki yang baru datang dari Jerman itu. Tapi, walaupun dia sudah
menghindari masalah sedemikian rupa, tiba-tiba saja masalah itu datang sendiri
kepadanya.
Dia baru saja akan melewati kamar Noir untuk mencapai
kamarnya, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan pemiliknya tampak keluar dengan
tubuh limbung. Ponsel yang ada ditangannya meluncur jatuh ke lantai dan
bergeser sampai tepat kebawah rok Adelle.
Keheningan seketika menyergap mereka berdua. Seperti ada
aba-aba, mereka bergerak secara bersamaan untuk mengambil ponsel yang terjatuh.
Beruntung Adelle mendapatkannya lebih cepat.
Adelle segera melihat dilayar ponsel itu sedang mengaktifkan
kamera depan dan dalam kondisi recording.
Gadis itu segera menyadari apa yang sedang terjadi.
“Hei kau! Dasar maniak!”tukas Adelle kesal, dia segera
menghentikan rekaman dan menuju ke galeri.
“Tunggu, tunggu… itu tidak seperti yang kau pikirkan”ujar
Noir terlihat gugup, “Jangan hapus videonya, percayalah padaku yang barusan
pasti aku potong tanpa aku salah gunakan isi rekamannya”.
“Kenapa aku harus
mempercayai maniak sepertimu”Adelle tampak sangat marah, tapi dia agak
ragu-ragu untuk menghapusnya karena mungkin memang benar bagian-bagian awal video
itu penting karena dia melihat durasinya sampai 5 menit.
Tiba-tiba saja dia teringat kata-kata Tiff, mungkin saja
laki-laki ini telah menyerap terlalu banyak budaya barat, dan Adelle tidak tahu
serta tidak ingin tahu isi video itu. Mungkin saja semuanya berisi hal yang
mesum, maka Adelle tanpa berpikir terlalu lama lagi langsung menghapusnya.
“Lihat? Sudah kuhapus hasil otak jorokmu itu!”kata Adelle,
dia menunjukkan layar ponsel itu kepada Noir, kemudian mengembalikan ponsel
kepada pemiliknya.
“Kau gadis yang menyebalkan, kau terlalu sok tahu,
sebenarnya otakmu itu yang berpikiran jorok!”tukas Noir, kemarahan yang sama
sekali tidak diduga oleh Adelle.
“Seharusnya kau segera bertaubat, jangan memarahi korbanmu
yang berhasil mencegah kejahatanmu”ujar Adelle tetap kokoh dengan pendapatnya.
“Asal kau tahu saja, sebenarnya disini akulah korbannya”kata
Noir, “Lagipula jika aku memang maniak, aku tidak mungkin mengganggu gadis
tidak menarik sepertimu”, kemudian laki-laki itu berlalu pergi, sementara
Adelle cemberut, meskipun dia sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan Noir
bahwa dirinya tidak menarik.
Setelah itu Adelle tidak pernah merasa hidup tenang. Dia
semakin sering menghabiskan waktu untuk memperhatikan tingkah laku Noir.
Laki-laki itu suka ribut ditengah malam, ada bunyi dari kamar Noir, sepertinya
barang-barang yang dipindahkan berulang
kali. Terkadang Noir juga bertelepon dengan entah siapa, terlalu bersemangat, suaranya
terdengar sampai ke kamar Adelle, yang dibicarakan adalah tentang hal yang sama
sekali tidak Adelle pahami.
Adelle lebih sering melihat Noir dimalam hari, laki-laki itu
suka begadang. Terkadang dipagi hari dia akan terhuyung-huyung ke bawah dan
meminta Max untuk mengambilkannya es batu, kemudian menempelkannya dimata agar
matanya tidak tampak berkantung. Kebiasaan Noir yang lain adalah olahraga
kecil, semacam peregangan. Dan yang mengerikan adalah Adelle pernah menangkap
basah Noir sedang mencium foto seorang gadis kecil di dompetnya. Adelle
langsung mengira bahwa Noir itu adalah seorang paedofil, tapi setelah dia menceritakannya pada Tiff, menurut Tiff
laki-laki itu sebenarnya sudah punya anak di Jerman dan yang ada di foto itu
adalah anaknya.
Suatu hari Adelle pulang petang karena dia baru
menyelesaikan tugas kelompoknya, meskipun sebagian besar yang dia lakukan
bersama teman-temannya tadi adalah bersenda gurau dan menghabiskan makanan tuan
rumah. Memang sangat menyenangkan saat menghabiskan waktu bersama teman-teman,
tapi setelah sampai di kos-kosan Adelle baru ingat bahwa dia masih memiliki
tugas yang parahnya harus dikumpulkan besok. Tidak bisa dipungkiri lagi malam
ini dia harus begadang.
Biasanya Adelle akan berfikir berulang-ulang untuk begadang,
karena dia punya rasa takut akan kesepian. Terlebih dulu kamar disebelah
kamarnya kosong, dia jadi takut siapa tahu hantu tiba-tiba menyergapnya
ditengah malam saat dia sedang asik mengerjakan tugas. Sekarang, akhirnya
Adelle dapat mengakui satu keuntungan Noir ada disana, dia bisa menemani Adelle
begadang.
Saat Adelle sedang mengerjakan tugasnya di depan laptop,
tiba-tiba saja dia mendengar suara Noir. Laki-laki itu seperti sedang… bicara
sendiri?
Bulu kuduk Adelle jadi berdiri, dia tidak tahan lagi. Adelle
berdiri dan keluar dari kamarnya, dia baru saja akan mengetuk pintu kamar Noir,
sebelum dia memikirkan sesuatu yang lebih berlian. Jika dia ingin mengetahui
siapa yang sedang Noir ajak bicara, dia harus menangkap basah laki-laki freak itu, sehingga dia tidak punya
kesempatan untuk menyembunyikan apapun yang sedang dia ajak bicara.
Adelle menggenggam gagang pintu kamar Noir, dia membuka
pintu itu perlahan-lahan, suara Noir makin jelas dan fix dia memang sedang bicara sendiri. Adelle sejenak terpesona
dengan dekorasi kamar Noir yang luar biasa tampak artistik dengan tatanan ala
anak muda dan barang-barang rongsok yang dijadikan hiasan-hiasan sederhana.
Tapi, kemudian Adelle kembali pada pokok permasalahannya.
“Noir, apa yang kamu lakukan?”tanya Adelle.
Noir segera membalikkan badan dan dengan gugup dia mematikan
kameranya. Ya, barusan dia sedang bicara dengan… kamera?
"Jangan-jangan kau berkencan dengan kameramu ya?!"tanya Adelle, tuduhan yang membuat dirinya sendiri merasa ngeri.
-bersambung-
Oleh : Trisapka
Oleh : Trisapka
Comments
Post a Comment