Risk My Life
Kami satu kelas, itulah kenapa aku mengenal perempuan itu.
Saat pertama kali melihatnya aku sama sekali tidak tertarik. Tapi, akhir-akhir
ini dia begitu berbeda. Aku melihat bahunya yang kadang bergetar kesepian. Dia
menangis. Aku tidak tahu kenapa tidak ada siapapun disampingnya dan kenapa dia
menangis?.
Tidak jarang aku melihat menolak tawaran orang untuk
menemaninya. Dia lebih memilih sendirian dan pandangannya kosong memandang ke
ujung sepatunya, tidak lama kemudian air mata akan mengalir membasahi pipinya.
Mungkin karena aku laki-laki, melihat itu berkali-kali
hatiku jadi terusik. Kini, aku lebih sering mencuri pandang kearahnya, dan aku
akan sangat bersyukur ketika melihatnya tertawa. Aku mengawasinya dan berusaha
baik-baik saja saat dia menyapaku, meskipun jantungku berdebar kencang.
Dia adalah perempuan yang aneh. Semua orang dapat dengan
mudah melihat bahwa dia sedang sedih atau senang, dan semudah itu pula dia
berubah mood. Seiring berjalannya
waktu aku mulai tidak memperhatikan bahunya saja, aku mulai melihat rambut
hitam panjangnya yang seperti tirai, kadang menutupi separuh wajahnya saat dia
sedang menulis. Aku juga melihat sunggingan senyumnya yang indah, aku melihat
dia tidak lagi seperti yang dulu. Dia cantik.
Aku tidak berani
mendekat meskipun aku ingin sekali mendekatinya. Aku ingin bicara dengannya
sebagaimana aku ingin terus memandanginya sepanjang waktu. Aku ingin dia tahu
bahwa aku peduli, disini aku selalu peduli dan ingin dia bahagia. Aku ingin
membahagiakannya pula. Tapi, aku begitu pengecut. Lagipula, bagaimana cara
mendekatinya? Perempuan itu berbeda dari yang lainnya. Semakin dipikirkan
jantungku semakin berdebar-debar kencang tak karuan. Aku sepertinya jatuh cinta
kepadanya, dia begitu menarik secara penampilan dan begitu misterius secara
kepribadian. Apakah hanya aku yang merasakan seperti ini? Atau laki-laki lain
juga?. Dia begitu menarik. Dia cantik.
Karena dia aku mulai bermimpi. Aku ingin bersamanya. Aku
ingin hubungan ini lebih dari teman sekelas. Aku harus melakukan sesuatu. Aku
mempersiapkan segalanya tapi saat aku sudah benar-benar siap, perempuan itu
justru tidak berangkat. Ya, dia tidak berangkat dalam jangka waktu yang lama.
Aku khawatir sekaligus takut. Entah apa yang kutakutkan.
Kemudian aku mendengar bahwa perempuan itu masuk rumah
sakit. Hari ini sepulang sekolah teman-temanku akan menjenguknya. Aku ada
diantara dua pilihan, ikut atau tidak. Jika ikut, aku adalah satu-satunya
laki-laki yang ikut. Tapi jika tidak, aku akan sangat merindukannya dan mungkin
saja tidak bisa tidur. Aku memutuskan untuk menyingkirkan ego-ku. Aku ikut.
Akhirnya aku dapat bertemu dengan pujaan hatiku. Perempuan
itu tampak terbaring lemah di tempat tidur dengan rambut tirainya yang berantakan,
wajahnya pucat dan tulangnya tampak menonjol. Aku begitu ngeri melihatnya dan ingin
menangis. Siapa sangka, rupanya dia terserang penyakit hati.
Beberapa hari setelah dijenguk, perempuan itupun kembali
berangkat ke sekolah. Seperti yang sudah kuduga, aktivitasnya pun kini
terbatas. Disaat yang lain sedang berolahraga sampai keringat bercucuran, dia
hanya mampu mengikuti pelajaran sampai setengah jam, selebihnya dia duduk di
pinggir lapangan yang teduh, wajahnya pucat.
Suatu hari saat aku pulang terlambat karena ada urusan, aku
melihatnya ada dikelas, dia duduk dilantai dan wajahnya tertutup rambut. Aku
sempat ragu untuk mendekat, tapi aku khawatir dan tidak tahu juga kenapa sampai
sore begini dia masih ada disekolah.
“Hei, kenapa?”tanyaku padanya sembari berjongkok
dihadapannya, dia tidak menjawab apapun tapi dia mengangkat wajahnya yang
pucat, dia kelihatan kesakitan dan aku tidak tahu apa yang terjadi. Dia
menggenggam bahuku erat, mungkin untuk menahan rasa sakitnya.
“Kau kenapa?!”tanyaku panik.
“Tidak, aku tidak apa-apa”ujar perempuan itu dan
melonggarkan genggamannya, dia kemudian menarik tangannya dan dia sudah dapat
duduk tegak kembali.
“Kau kenapa?”tanyaku lagi.
“Tadi sakit sekali, tapi setelah ada kamu jadi mendingan”sahut
perempuan itu. Mendengarnya jantungku jadi berdebar kencang sekali, aku tidak
tahu kenapa dia berkata seperti itu.
“Maaf, maksudku… mungkin karena ada yang menemani jadi aku
merasa lebih baik. Tadi aku panik karena aku sendirian”kata perempuan itu.
“Memangnya kenapa kamu masih disini? Kenapa belum pulang?”tanyaku.
“Aku ada urusan tadi”sahutnya, “Lagipula aku juga belum
ingin pulang”.
“Kau ini lagi sakit, lebih baik pulang dan beristirahat”kataku.
“Sepi sekali rasanya. Aku sendirian sepanjang waktu. Orang
tuaku menangis dan berteriak mengeluh tentang biaya pengobatanku di depan
mataku, bagaimana menurutmu?. Teman-teman kelas juga terlalu memanjakanku,
mereka bahwa takut menyenggolku seakan jika aku tersentuh sedikit maka aku akan
remuk”perempuan itu tiba-tiba bicara banyak padaku, dia menangis.
Aku kini mengerti kenapa dia sering terlihat sendirian. Aku
kini mengerti kenapa dia sering menangis tanpa teman. Aku kini mengerti alasan
dari bahunya yang bergetar tampak kesepian. Aku kini mengerti kenapa dia begitu
sedih.
Dia pasti tertekan dengan segala beban hidupnya. Dia telah
menderita karena beban penyakit yang menyerangnya, orang tuanya yang tampak
menderita pula dihadapannya membuat dia makin merasa terbebani, membuatnya
merasa menjadi beban keluarga dan beban bagi dua orang yang pastinya paling dia
cintai. Dia telah menderita dengan penyakitnya, terlebih teman-temannya yang
memperlakukan dia seperti orang sakit_walaupun dia memang sakit_pasti dia tidak
ingin diperlakukan seperti itu.
Jika aku ada di posisinya, akupun akan sangat menderita.
Tanganku tiba-tiba saja sudah ada di kedua sisi kepalanya.
Dia mendongak memandangku dan aku tersenyum kepadanya. Senyum yang sudah lama
kusimpan tiap kali aku melihatnya tersenyum. Senyum yang telah lama kusimpan
sejak aku mulai jatuh cinta padanya.
“Jangan takut, aku ada dihadapanmu untuk mengatakan :
semuanya akan baik-baik saja”ujarku.
Perempuan itu tampak bingung sejenak. Kemudian tersenyum dan
mengangguk.
Sejak saat itu kami menjadi teman dekat. Setiap waktu aku
berusaha untuk memperhatikannya dan menemaninya. Teman-teman kelas mulai
mencurigai kami ada hubungan. Tapi, sebenarnya kami hanya teman.
“Banyak yang membicarakan kita, apa kau dengar?”tanya
perempuan itu.
“Ya, aku dengar”sahutku.
“Menurutmu bagaimana?”dia kelihatan harap-harap cemas
memandangku, aku tidak dapat mengartikan apa arti dari pandangannya itu
kepadaku, “Aku mencintaimu”.
Saat perempuan itu mengatakannya padaku, aku benar-benar
kaget. Aku langsung ingin memeluknya dan bilang bahwa aku juga mencintainya.
Aku menahan diri.
“Aku juga mencintaimu”kataku dengan cepat, aku tidak ingin
membuang waktu.
“Benarkah? Jadi kita saling mencintai?”tanyanya.
Kami saling diam sesaat, hingga dia yang kembali angkat
biacara, “Kau tahu? Aku merasa menjadi mayat hidup selama bertahun-tahun,
menjadi beban bagi semua orang. Tapi, saat kau memberiku semangat sore itu, aku
merasa akhirnya ada orang yang benar-benar mengerti aku. Hingga saat ini, kau
begitu menyayangiku dan untuk pertama kalinya dalam hidup aku merasa dibutuhkan”.
“Sebelum bertemu denganmu aku begitu ketakutan. Kematian
sepertinya tepat membayang dibelakangku. Aku seperti dikejar oleh waktu dan
jika aku berhenti berlari, maka berakhirlah semuanya. Itulah kenapa aku merasa
begitu lelah menjalani hidup. Tidak ada siapapun yang dapat kuajak bicara,
tidak ada yang bisa kutemui untuk berbagi rasa sedih. Akhirnya Tuhan
mengirimkanmu untukku, kamu adalah malaikat Tuhan yang dikirim khusus untukku,
aku percaya itu”ujarnya dengan wajahnya yang manis dan penuh kepercayaan, aku
senang karena matanya berbinar-binar memandangiku, dan senyumnya tak
henti-hentinya tersungging manis membuat pipinya merona kemerahan.
Entah bagaimana, waktu mengalir begitu saja. Saat itu juga
kami resmi menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai. Aku tidak peduli
berapa lama lagi kekasihku akan hidup. Mungkind ia akan pergi mendahuluiku,
tapi aku akan mengenangnya sepanjang sisa hidupku.
Keesokan harinya saat aku mengantarkannya pulang, ibunya
menyambutku seperti biasanya. Kemudian ibunya bercerita bahwa beliau telah
menjodohkan putrinya dengan seorang pengusaha muda yang kaya, mewarisi
perusahaan orang tuanya. Ibunya amat senang karena orang kaya muda itu akan
membantu pengobatan putrinya.
“Ibu ini apa-apaan? Aku dan dia kemarin baru saja jadian Bu,
kami sekarang sepasang kekasih!”kata dia, membuat ibunya tercengang.
“Tapi, untuk apa kamu pacaran dengan orang seperti dia? Dia
ini masa depannya masih belum jelas. Lagipula Ibu menjodohkan kamu dengan
laki-laki yang akan membiayai pengobatanmu, dia akan membantumu hidup”kata
Ibunya.
“Kami saling mencintai Bu, sementara aku tidak cinta dengan
orang kaya itu!”tukas kekasihku.
“Kamu itu tidak hidup dengan cinta. Kamu harus makan dan
berpenghidupan layak, terlebih kamu harus diobati macam-macam, biaya mahal.
Sadarlah… kalian tidak cocok satu sama lain”ujar Ibunya mulai menangis, “Nak,
kamu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik daripada putriku, kamu tahukan
dia berkebutuhan khusus, dia tidak bisa bersamamu. Bukan berarti aku jahat, aku
tahu kamu laki-laki yang baik, tapi putriku lah yang bermasalah”.
Walaupun aku sudah tahu kenyataannya, aku tetap menjalani
hubungan dengan kekasihku. Aku tetap menemaninya dan menjaganya. Kerap kali aku
berfikir untuk meninggalkannya, tapi aku tidak bisa membuatnya kesepian. Aku
tidak sanggup lagi harus melihat bahunya yang bergetar kesepian, tidak mau lagi
menjadi orang asing baginya, dan tidak akan aku sudi menjadi orang yang dia
benci, yang pergi dari kehidupannya, yang sama seperti orang-orang disekitarnya
yang tidak bisa mengerti dia.
Ternyata, perkataan ibunya tempo hari membuatnya terganggu. “Nak,
kamu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik daripada putriku”, “dia berkebutuhan
khusus”, “putriku lah yang bermasalah”. Memang sangat menyakitkan. Dan parahnya
dia sampai kabur dari rumah. Jika sudah seperti ini, Ibunya tidak punya pilihan
lain untuk juga meminta bantuanku mencari putrinya. Bersama dengan pengusaha
kaya itu, aku dan dia berpencar mencari kekasihku.
Aku datang tepat waktu, karena ternyata dia sedang berjalan
dijalanan yang sepi, tengah menangis sendirian di kegelapan. Seseorang datang
dengan membawa pisau dan hendak merampok. Dasar orang tidak tahu diri, dia
merampok seseorang yang sedang begitu sedih dan menderita.
Aku segera berlari dan menolong kekasihku. Aku sempat
berkelahi dengannya hingga akhirnya aku dapat memukulnya hingga babak belur.
Yang tidak kuduga adalah ada temannya yang bersembunyi, orang itu membawa
senjata dan menusuk perutku begitu dalam dengan pisau. Aku merasakan sakit yang
luar biasa. Aku terjatuh sementara aku dapat melihat perampok yang babak belur
itu dibawa oleh temannya pergi.
Kekasihku menangis disampingku, dia sudah menelepon si
pengusaha kaya untuk minta bantuan sejak aku mulai beradu otot dengan si
perampok, dan dia juga sudah menelepon ambulance sesaat setelah aku menghabisi
si perampok, tadinya aku memang terluka jadi butuh pertolongan. Tapi kali ini
aku sudah sekarat.
“Jangan pergi, jangan pergi!”teriak kekasihku kepadaku.
“Kamu tidak sendirian sekarang, kamu bersamaku”kataku dengan
sisa tenagaku, “Pengusaha kaya itu mencintaimu. Jika kamu merasa lelah
menjalani hidup, temuilah dia dan dia akan membuatmu merasa nyaman. Percayalah
pada kekuatan cinta, dan kita akan bertemu lagi di surga”
“Kamu ngomong apa? Harusnya aku yang mati duluan!”.
“Apakah kamu tahu bagaimana hatiku? Aku selalu ingin bertemu
denganmu. Karena cinta, aku membuat diriku dalam masalah”kataku, “Tapi ini
tidak masalah, asalkan kamu bahagia. Percayalah pada cinta, pria itu
mencintaimu, dan aku bahagia jika kamu bahagia bersamanya”.
Kematian memang bisa datang kapan saja. Siapa yang menduga
ternyata aku meninggal dunia lebih dulu daripada dia.
Setelah itu dia begitu sedih karena kepergianku, dia jatuh
sakit dan dirawat dirumah sakit. Dia membutuhkan donor hati, dan pengusaha kaya
itulah yang mendonorkan hati untuknya. Setelah sembuh, dia berziarah ke makamku
bersama sipengusaha kaya.
Beberapa tahun kemudian, setelah dia lulus kuliah dan
bekerja, dia akhirnya menikah dengan si pengusaha kaya. Operasinya beberapa
tahun lalu benar-benar berhasil karena kini dia sembuh total. Kemudian dia
melahirkan anak-anak yang lucu untuk sipengusaha kaya. Dia menjadi wanita yang
sangat bahagia.
Dia dan sipengusaha kaya tidak pernah melupakan jasa-jasaku.
Akulah orang yang pertama kali membangkitkannya dari rasa keterpurukan, dan aku
juga yang menyelamatkannya dari maut pertamanya saat menghadapi perampok malam
itu. Hingga mereka telah begitu bahagiapun mereka selalu menyempatkan waktu
untuk berziarakah ke makamku, bahkan hari ini mereka membawa dua anak mereka
untuk ikut mendo’akanku.
Aku mendengar dia berbisik kepadaku. “Aku akan
menceritakanmu kepada anak-anakku kelak jika mereka sudah dewasa. Mereka akan
tahu bahwa Ibunya pernah diselamatkan dengan seorang pemuda pemberani. Aku
selalu berdo’a ada laki-laki lain di dunia ini yang sebaik dan sehebat kamu.
Maka salah seorang anakku yang perempuan akan mendapatkan laki-laki sepertimu.
Dan aku selalu berharap seorang anaku yang lain yang laki-laki, memiliki
perpaduan sifat antara dirimu dan Ayahnya.”
Comments
Post a Comment